Gambar 1. Milky Sea di Laut Selatan Jawa, Indonesia
Sumber: Twitter NOAA |
Sudah dalam beberapa kurun
waktu, fenomena “air bersinar” kerap viral di berbagai platform
media sosial di berbagai mancanegara, salah satunya di Indonesia. Warganet
kerap memberikan perhatian terhadap fenomena ini karena dianggap unik dan
sangat memanjakan mata, sehingga secara cepat lokasi wilayah baik pantai maupun
laut yang menjadi titik fenomena ini dibuka sebagai area wisata. Tak luput
kalah dengan lokasi lainnya, di Indonesia sendiri juga telah tercatat fenomena
bioluminesensi yang ditemukan di beberapa titik perairan di sepanjang tanah
air.
Adapun, fenomena “air
bersinar” tersebut merupakan bioluminesensi yang dihasilkan oleh organisme
tertentu yang hidup dalam suatu perairan. Pada kasus ini, air yang terlihat
bersinar disebabkan oleh banyaknya plankton (algae) yang hidup bertimpangan
pada perairan tersebut. Bioluminesensi adalah suatu fenomena pancaran
cahaya tanpa mengeluarkan panas melalui proses reaksi kimia pada suatu organ
organisme hidup. Pancaran cahaya tersebut dapat dijumpai pada beberapa kelompok
organisme yaitu: bakteri, jamur, plankton (algae), insekta (serangga),
invertebrata (cumi/cephalopoda) dan vertebrata (ikan) (Hasting dan Morin,
1989), sedangkan peranan pancaran cahaya tersebut berbeda pada tiap organisme.
Secara lebih dalam, bioluminesensi merupakan bentuk
produk buangan yang diubah menjadi energi cahaya yang ada pada organisme hidup,
dengan bahan utamanya adalah ATP (Adenosin Trifosfat) (Nugraha dan Sumiarsa,
2009). Pada tahun 2019, internet digegerkan dengan diunggahnya foto laut
Selatan Jawa yang “bersinar” di malam hari. Foto ini diambil oleh satelit National Oceanic and Atmospheric Administration
(NOAA) Amerika Serikat (AS). Pada foto tersebut, terlihat bentuk asap warna
putih yang melebar di titik lokasi. Pihak NOAA menyebut fenomena asap tersebut
sebagai “milky sea”.
Miller et al.
(2021) menjelaskan bahwasanya “milky sea” merupakan bentuk langka dari bioluminesensi laut
dimana permukaan laut malam hari menghasilkan cahaya keputihan yang tersebar
luas, seragam dan stabil. Fenomena ini sendiri paling sering ditemukan di
perairan terpencil di barat laut Samudera Hindia dan Benua Maritim. Terkadang,
fenomena ini berukuran lebih dari 100.000 km2 serta bertahan selama
berhari-hari hingga berminggu-minggu.
Referensi
Hasting JW dan Morin J. 1989.
Bioliminescence, in Neural and Integrative Animal Physiology. New York: WileyLiss.
131-168.
Miller SD, Haddock SAD, Straka WC, et
al. 2021. Honing In On Bioluminescent Milky Seas From Space. Science
Reports, Vol. 11 : 1-10.
Nugraha MFI dan Sumiarsa GS. 2009.
Spesies Asing Sebagai Salah Satu Pembatas Dalam Budidaya Copepoda Pada Bak
Terkontrol. Jurnal Media Akuakultur Vol. 04(1) : 45 – 49.
Penulis : Tsabitah Athifah Q.
Editor : Humas KSEP