Pencemaran Lingkungan Perairan di Teluk Jakarta
Sungai adalah salah satu sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, berdasarkan pantauan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (LH RI) tahun 2014, sebanyak 75% sungai di Indonesia tercemar berat akibat buangan air limbah rumah tangga. Hal ini terjadi akibat sistem pembuangan air limbah yang tergolong buruk. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), serta kepemilikan jamban pada masyarakat sekitar sungai atau perairan yang kurang memadai mengakibatkan kualitas air sungai menurun. Penurunan kualitas air dikarenakan aktivitas manusia yang tidak peduli terhadap lingkungan serta tidak memerhatikan kaidah pembangunan berkelanjutan. Penurunan kualitas air tanah yang terjadi saat ini khususnya di perairan Jakarta tidak lagi disebabkan oleh industri akan tetapi adanya faktor penambah seperti pembuangan limbah cair domestik yang berasal dari kegiatan rumah tangga masyarakat setempat. Dampak penurunan kualitas perairan Teluk Jakarta ini bahkan telah terasa sampai ke Perairan Kepulauan Seribu yang jaraknya lebih dari 50 km terutama untuk logam berat dengan menunjukan perubahan warna air menjadi kuning dan merah dikarenakan temperatur dan tingkat pencemaran khlorofil yang terjadi di pantai Jakarta.
Bermuaranya beberapa sungai yang melintasi wilayah DKI Jakarta ke perairan Teluk Jakarta telah membawa berbagai bahan pencemar. Maka tidak mengherankan apabila perairan Teluk Jakarta saat ini telah mengalami proses eutrofikasi yang sangat menyebabkan terjadinya ledakan (blooming) plankton atau` yang lebih parah lagi menyebabkan terjadinya RED TIDE yang diikiuti dengan penurunan oksigen secara tiba-tiba. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan baik secara ekologis, ekonomis maupun estetika. Sehingga perlu diminimalisir kemungkinan terjadinya atau bahkan dicegah sama sekali. Beberapa kejadian kematian masal dari ikan-ikan di Teluk Jakarta beberapa tahun ini sering terdengar. Meskipun beberapa pakar masih belum dapat memastikan penyebabnya, tetapi tidak dipungkiri lagi bahwa kematian massal ikan-ikan tersebut berkaitan erat dengan tidak mencukupinya kadar oksigen terlarut (DO) untuk mendukung kehidupan ikan dan biota perairan lainnya di dalam suatu perairan. Terdapat banyak kemungkinan penyebab terjadinya penurunan oksigen dalam perairan salah satunya yaitu; disebabkan oleh ledakan plankton atau peristiwa upwelling dimana terjadi proses penaikan massa air bagian dalam ke permukaan.
Saat ini muara sungai di wilayah Jakarta telah mengalami pencemaran berat terutama partikel tersuspensi (TSS), ammonia, nitrat, phosphat, Coli dan Fecal Coli. Hal ini juga berkaitan dengan kondisi sungai yang bermuaran ke Teluk Jakarta telah mengalami pencemaran berat. Bahkan wilayah sebarannya telah sampai ke perairan dengan radius lebih dari 10 km dari pantai Jakarta.
Akibat dari pencemaran perairan ini bisa menyebabkan Red tide, yaitu suatu peristiwa atau fenomena terjadinya ledakan populasi phytoplankton (plankton blooms) di perairan pantai. Selain menyebabkan kematian massal pada ikan dan biota perairan lainnya secara tiba-tiba, ada akibat yang lebih menakutkan dari red tide lainnya yaitu apabila populasi yang meledak adalah phytoplankton dari jenis dinoflagellata yang bersifat toxic, maka biota perairan seperti ikan, kepiting dan kerang-kerangan yang memakan phytoplankton beracun ini apabila termakan manusia, maka akan menyebabkan keracunan. Karenanya red tide dikenal pula sebagai Paralytic Shellfish Poisoning(PSP) yaitu suatu penyakit keracunan makanan yang disebabkan oleh makanan seafood yang terkontaminasi oleh mikro-organisme (plankton) beracun dari lokasi red tide. Keracunan ini bahkan sampai dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Maka dari itu kita sebagai manusia harus berperan penting dalam menjaga perairan. Karena, semua makhluk hidup membutuhkan air untuk bertahan hidup. Edukasi sejak dini pun juga harus ditanamkan supaya generasi selanjutnya lebih paham menjaga lingkungan agar tetap sehat.
Penulis: Caroline Humaira Rifalina Rosyid
Tim Editor: Humas KSEP
Penulis: Caroline Humaira Rifalina Rosyid
Tim Editor: Humas KSEP