Sumber gambar : www.fao.org
Konsumsi dan produksi udang yang tinggi
dapat menghasilkan limbah kulit udang yang banyak. Limbah tersebut akan
menimbulkan dampak terhadap pencemaran lingkungan dan merusak estetika
lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. (Setha B. et al. 2019). Limbah kulit udang berpotensi menimbulkan polusi
udara berupa bau yang cukup mengganggu dan juga dapat menaikkan kadar BOD
(Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam perairan
(Mahyudin A.R. 2011). Kandungan protein kulit udang berkisar antara 25-40%,
kitin 15-20% dan kalsium karbonat 45-50%. Salah satu cara untuk mengatasi
permasalahan limbah kulit udang adalah mengolahnya menjadi kitosan. (Setha B. et al. 2019).
Kitosan
dikenal sebagai biokoagulan alami, ramah lingkungan, terbarukan, tidak beracun,
biokompatibel dan mudah mengalami biodegradasi. (Ratnawulan A et al. 2018). Kitosan
dihasilkan dari kitin, pada umumnya kitin berikatan
dengan protein dan mineral dari berbagai macam pigmen pada kerangka hewan
golongan Krustasea, Arthropoda, Annelida, Molusca, Coelenterata, Nematoda, dan
beberapa kelas serangga serta jamur. (Mahyudin A.R. 2011). Kitosan dapat
dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan
dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan
suhu tinggi. (Pratiwi R. 2014).
Dengan
pemanfaatan limbah kulit udang menjadi biopolimer kitosan, maka limbah kulit
udang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air dengan menambahkan
suatu bahan kimia yang disebut koagulan dari kitosan. Koagulan berfungsi untuk
mengikat partikel atau kotoran yang terkandung di dalam air menjadi gumpalan
yang mempunyai ukuran lebih besar sehingga lebih cepat mengendap (Farodilah et al. 2018).
Kitosan
memiliki peranan yang baik dalam mengurangi pencemaran lingkungan, yaitu cukup
efektif dalam proses penjernihan air dan air limbah, salah satunya pemurnian
air sumur dengan kitosan melaui tahapan koagulasi dan filtrasi, penjernih air
dan menurunkan tingkat warna, pH, BOD, dan COD, menyerap logam berat maupun zat
warna, serta efektif dalam mereduksi TSS dan COD dalam air limbah pengolahan
ikan. (Ratnawulan A et al. 2018). Koagulan kitosan
kulit udang juga telah mampu menurunkan tingkat kekeruhan air sungai hingga
90,37% (Manurung. 2011).
Pada proses koagulasi
air danau dengan penambahan kitosan kulit udang terhadap kualitas air danau
untuk pengujian TDS menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan kitosan dengan
kecepatan putar pengadukan membuat kandungan padatan semakin berkurang, dengan
begitu kitosan kulit udang sebagai koagulan memang cukup baik digunakan sebagai
alternatif perbaikan kualitas air danau dalam mengurangi kandungan padatan. (Hatma
S. et al. 2021)
REFERENSI
Setha B,
Rumata F, Silaban Bbr. 2019. Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname
dengan menggunakan suhu dan waktu yang berbeda dalam proses deasetilasi. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(3) : 498-507.
Mahyudin A.
R, Rahmat Y, Amry S. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Kitin dari Limbah Udang. Jurnal
Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. 1(2) : 166-178.
Ratnawulan
A, Noor E, Suptijah P. 2018. Pemanfaatan kitosan dalam daur ulang air sebagai
aplikasi teknik produksi bersih. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
21(2) : 276-286.
Pratiwi,
Rianta. 2014. Manfaat Kitindan Kitosan bagi Kehidupan Manusia. Oseana. XXXIX (1)
: 35 -43.
Penulis: Seviyani
Tim Editor: Humas KSEP