Sampah Tak Kasat Mata: Mikroplastik

sumber foto: hantulaut.web.id
 


Sampah sudah menjadi masalah pencemaran yang umum pada perairan terutama limbah plastik. Sampah plastik mengandung bahan berbahaya dan beracun yang akan menyebabkan ikan dan biota air lainnya mengalami gangguan, pada tingkat konsentrasi yang tinggi dapat  menyebabkan kematian (Nugroho, 2018). Sampah plastik juga berdampak pada manusia terutama dari segi kesehatan, racun dari sampah tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang dikonsumsi dari suatu preairan contohnya ikan. Plastik berpotensi untuk menyerap bahan kimia yang berbahaya seperti PBTs (persistent, bioaccumulative and toxic substances) dan POPs (persistent organic pollutants) (T. Gouin, 2011). Crawford (2017) menyatakan bahwa, sampah plastik akan mengalami proses degradasi oksdatif polimer akbiat terpapar oleh sinar ultra violet secara langsung. Selain dari sinar ultra violet juga terdapat faktor mekanis seperti hembusan angin, gelombang laut, gigitan biota dan aktivitas antropogenik sehingga menjadikan plastik ke bentuk yang lebih kecil. Proses dari degradasi tersebut menjadikan plastik keukuran yang lebih kecil, yaitu makroplastik, mesoplastik , mikroplastik, dan nanoplastik (Crawford, 2017).

Mikroplastik memiliki ukuran partikel kurang dari 5 mm, sehingga tak kasat mata (Crawford, 2017). Andrady (2011) mengelompokkan mikroplastik menjadi dua jenis, yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder. Mikro plastik primer merupakan mikro plastik hasil dari produksi plastik yang berukuran mikro contohnya microbeads yang dapat ditemui pada produk perawaran kulit (Andrady, 2011) Sedangkan mikroplastik sekunder adalah mikroplastik yang berasal dari pecahan, bagian, atau hasil fragmentasi dari partikel plastik yang berukuran lebih besar (Zettler, 2013).

Mikroplastik tidak dapat dengan mudah dihilangkan diakrenakan sifat dari plastik itu sendiri, plastik merupakan bahan yang sangat presisten. Mikroplastik sudah banyak terdeteksi di banyak wilayah perairan di seluruh dunia (A. V. Victoria, 2017). Ukuran, bentuk, dan jenis MP yang berbeda di perairan memberikan dampak negatif yang berbeda terhadap biota perairan (Permatasari, 2020).

Mikroplastik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rantai makanan wilayah pesisir dan laut. Dampak yang diberikan mikroplastik lebih besar jika dibandingkan dengan plastik berukuran besar bagi organisme yang mendiami tingkatan tropik yang lebih rendah, seperti plankton yang mempunyai partikel rentan terhadap proses pencernaan mikroplastik sebagai akibatnya melalui proses bioakumulasi dapat mempengaruhi organisme tropik tingkat tinggi. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa mikroplastik dapat dikonsumsi oleh plankton ketika mikroplastik memiliki bentuk menyerupai makanan (Boerger et al., 2010).

Masuknya mikroplastik dalam tubuh biota akan merusak saluran pencernaan, memperlambat tingkat pertumbuhan, menghambat produksi enzim, menurunkan kadar hormon steroid, mempengaruhi reproduksi, dan dapat menyebabkan paparan aditif plastik lebih besar sifat toksik pada biota (Wright, 2013). Dampak kontaminasi mikroplastik pada biota di laut dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk mikroplastik. mikroplastik yang berukuran kecil berbentuk serat, seperti serat benang pancing dan jaring serta pelet, yang masuk dalam tubuh biota dapat mengganggu sistem fungsi organ pada organisme (Wright, 2013). Mikroplastik juga bersifat menyerap racun yang dihasilkan dari bahan-bahan kimia pada air laut serta lingkungan sekitarnya (Avio, 2015). Hal tersebut berakibat terjadinya transfer bahan yang bersifat toksik.

Salah satu cara untuk mengurangi mikroplastik adalah dengan mengurangi penggunaan plastik pada keseharian kita sendiri. Yang mana mikroplastik tersebut berasal dari hasil degradasi plastik yang telah dipakai untuk keperluan kita. Jadi dengan mengurangi pemakaian plastik juga akan mengurangi mikroplastik pada perairan.


DAFTAR PUSTAKA

Andrady, L., 2011. "Microplastics in the marine environment". Marine Pollution Bulletin, vol. 62 (8), pp. 1596-605.

Avio, C. G., Gorbi, S., Milan, M., Benedetti, M., Fattorini, D., d’Errico, G., Pauletto, M., Bargelloni, L., Regoli, F. 2015. “Pollutants bioavailability and toxicological risk from microplastics to marine mussels”. Environmental Pollution, vol. 198. pp. 211-222.

A. V. Victoria. 2017.  “Kontaminasi Mikroplastik di Perairan Tawar,”.

Boerger, C. M., G. L. Lattin, S. L. Moore, & C. J. Moore. 2010. Plastic ingestion by planktivorous fishes in the North Pacific Central Gyre.

Crawford, C. B., Quinn, B., 2017. “Microplastic Pollutant”. Elsevier.

Nugroho, Dimas Hafidh; Restu, I Wayan; Ernawati, Ni Made. 2018. Kajian Kelimpahan Mikroplastik di Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali. Current Trends in Aquatic Science.

Permatasari, Dinsa Resmi, Radityaningrum, Arlini Dyah. 2020. Kajian Keberadaan Mikroplastik Di Wilayah Perairan: Review. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan.

T. Gouin, N. Roche, R. Lohmann, and G. Hodges. 2011. “A Thermodynamic Approach for Assessing the Environmental Exposure of Chemicals Absorbed to Microplastic,” Environ. Sci. Technol., vol. 45, no. 4, pp. 1466–1472.

Wright, S. L., Thompson, R.C., Galloway, T. S. 2013. “The physical impacts of microplastics on marine organisms: a review”. Environmental Pollution, vol. 178, pp. 483-492.

Zettler, E. R., Mincer, T. J., Amaral-Zettler, L. A. 2013. “Life in the “Plastisphere”: microbial communities on plastic marine debris. Environmental Science Technology, vol. 47, pp. 7137-7146.

 

 

ditulis oleh: Ahmad Nuthqi Shidqi

Tim Editor: Humas KSEP 

 

 

 

 

 

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post