Menurut C. Forch; M. Knudsen dan S.PX.
Sorensen (1902) dalam Arief (1984), salinitas merupakan jumlah gram seluruh
padatan terlarut dalam 1 kilo gram air laut apabila seluruh brom dan yodium
digantikan oleh khlor dalam jumlah yang sama, seluruh karbonat diubah menjadi
oksidanya dan seluruh zat organik dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan
g/kg atau ppt (part-per-thousand), salinitas berbanding lurus dengan
tingkat keasinan air laut. Nilai salinitas air laut bervariasi tergantung pada
letak perairannya. Pada perairan dengan tingkat penguapan tinggi seperti di
teluk persia dan laut merah nilai salinitas dapat mencapai angka 40 ppt,
sedangkan pada perairan dengan tingkat presipitasi tinggi seperti di laut baltik
memiliki nilai salinitas yang tergolong rendah, yaitu pada kisaran 5-15 ppt (Swenson,
1994).
Ekosistem laut merupakan salah satu
penyusun biosfer. Menurut U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration
lebih dari 50% total oksigen di bumi diproduksi oleh organisme fotosintesis
di laut. Biota laut sudah beradaptasi dengan nilai salinitas air laut yang
tinggi. Tapi sayangnya, bagi mahkluk terrestrial nilai salinitas air
laut yang tinggi dapat membahayakan sistem tubuhnya. Salinitas air laut yang
tinggi berarti bahwa air laut sangat asin. Tetapi bagaimana bisa air laut
menjadi sangat asin? Siapa yang memasukkan garam ke dalam 1,35 miliar kilometer
kubik air di planet kita? Jawaban singkatnya adalah air laut itu sendiri.
Ternyata di sekitar pegunungan-pegunungan bawah laut air laut meresap ke dalam
kerak bumi. Air laut yang meresap ini kemudian memanas dikarenakan panasnya
magma. Air laut yang memanas kemudian melarutkan mineral-mineral dalam kerak
bumi dan membawanya kembali ke laut lepas melalui suatu celah bawah laut yang
kita sebut sebagai Hydrothermal vents. Di samping itu, air hujan yang
jatuh ke daratan dapat mengikis mineral-mineral yang ada di batuan kemudian
membawanya ke laut, pengikisan mineral ini terjadi ketika air hujan menjadi
sedikit asam akibat terbentuknya asam karbonat bereaksi dengan mineral pada
batuan. Proses ini terus terjadi dari awal lautan terbentuk hingga saat ini,
akumulasi mineral-mineral selama miliaran tahun inilah yang menjadikan air laut
memiliki rasa asin (Swenson, 1994).
Sumber :
Arief, D. 1984. Pengukuran Salinitas Air Laut dan
Peranannya dalam Ilmu Kelautan. Oseana, 9 (1) : 3.
Ballard, B. Why Is the Ocean Salty? https://www.google.com/amp/s/blog.education.nationalgeographic.org/2015/06/22/why-is-the-ocean-salty/amp/.
Diakses pada 3 September pukul 22.00.
NOAA. How much oxygen comes from the ocean? https://oceanservice.noaa.gov/facts/ocean-oxygen.html.
Diakses pada 3 September pukul 21.20.
Swenson, H. 1994. Why Is the Ocean Salty?. U.S.
Geological Survey, Denver.
Tim Editor: Humas KSEP
Penulis: Hendrawan Bakri